BERSYUKUR I
Allah swt berfirman yang artinya: “Dan ingatlah juga, tatkala Robmu memaklumkan “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni’mat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih”(QS 14:7) .
Kita baru merasakan nikmatnya melihat, manakala mata kita sakit. Kita akan teringat nikmatnya mendengar suara alam, burung berkicau, tatkala telinga kita tersumbat air. Kita akan bersyukur telah berhasil mengecap pendidikan bila kita melihat ada anak yang putus sekolah. Kenapa demikian ??. Sudah begitu keraskah hati kita. Padahal Allah swt memberikan pilihan dengan cara menambah nikmat-Nya bagi orang yang bersyukur. Dan Allah juga mengancam dengan adzab-Nya yang pedih bagi orang-orang yang kufur nikmat. Bagi orang yang berakal tentu akan memilih sikap bersyukur atas nikmat Allah yang telah diberikan kepadanya.
Syukur atas nikmat, merupakan bukti berbaktinya manusia kepada Allah. Bagi orang yang telah mengesakan Allah sebagai penciptanya. Bagi orang yang telah menetapkan dirinya hanya mengabdi, menyembah dan beribadah kepada Allah saja, maka ia akan bersikap mensyukuri nikmat yang diberikan Allah kepadanya. Allah swt berfirman yang artinya:…….syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah (QS 16:114).
Suatu ketika Abdurrahman ibn Jarir bertanya kepada Salamah bn. Dinar ( beliau salah seorang tabi’in atau orang yang hidup ketika generasi para sahabat Rasulullah saw masih ada ). Ia bertanya, “Wahai Abu Hazim ( panggilan Salamah bn. Dinar ), seringkali kita memperoleh sesuatu yang harus kita syukuri. Lantas bagaimana sebenarnya hakikat syukur itu ?”. Dijawab, “Untuk setiap bagian dari tubuh kita adalah syukur”. Kemudian ditanya bagaimana cara mensyukuri kedua mata. Abu Hazim menjawab bahwa mensyukuri kedua mata adalah menyiarkan kebaikan setelah kita melihat kebaikan itu dan menutupi keburukan setelah kita melihatnya. Adapun mensyukuri kedua telinga, kata Abu Hazim melanjutkan adalah engkau sadari atau engkau pahami apabila engkau mendengar kebaikan. Dan engkau tanam dalam-dalam tatkala engkau mendengar keburukan. Sedangkan bersyukur dengan kedua tangan adalah tidak menggunakannya untuk mengambil yang bukan hakmu dan tidak boleh dipakai untuk menghalangi hak-hak Allah swt. Kemudian Abu Hazim menerangkan bahwa barang siapa yang membatasi syukurnya hanya dengan lidahnya tanpa menyertakan anggota badannya, maka dia seperti seseorang yang memiliki pakaian yang hanya dibawa dengan tangannya tetapi tidak dipakainya. Dengan begitu ia tidak bisa terhindar dari terik matahari dan hawa dingin[1]. Sudahkah para konglomerat bersyukur dengan harta-hartanya?. Dan sudahkah para penguasa bersyukur dengan kekuasaannya?. Kita tunggu jawabannya.
[1] Insan Teladan dari Para Tabi’in, karya DR. Abdurrahman Ra’fat Basya
Allah swt berfirman yang artinya: “Dan ingatlah juga, tatkala Robmu memaklumkan “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni’mat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih”(QS 14:7) .
Kita baru merasakan nikmatnya melihat, manakala mata kita sakit. Kita akan teringat nikmatnya mendengar suara alam, burung berkicau, tatkala telinga kita tersumbat air. Kita akan bersyukur telah berhasil mengecap pendidikan bila kita melihat ada anak yang putus sekolah. Kenapa demikian ??. Sudah begitu keraskah hati kita. Padahal Allah swt memberikan pilihan dengan cara menambah nikmat-Nya bagi orang yang bersyukur. Dan Allah juga mengancam dengan adzab-Nya yang pedih bagi orang-orang yang kufur nikmat. Bagi orang yang berakal tentu akan memilih sikap bersyukur atas nikmat Allah yang telah diberikan kepadanya.
Syukur atas nikmat, merupakan bukti berbaktinya manusia kepada Allah. Bagi orang yang telah mengesakan Allah sebagai penciptanya. Bagi orang yang telah menetapkan dirinya hanya mengabdi, menyembah dan beribadah kepada Allah saja, maka ia akan bersikap mensyukuri nikmat yang diberikan Allah kepadanya. Allah swt berfirman yang artinya:…….syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah (QS 16:114).
Suatu ketika Abdurrahman ibn Jarir bertanya kepada Salamah bn. Dinar ( beliau salah seorang tabi’in atau orang yang hidup ketika generasi para sahabat Rasulullah saw masih ada ). Ia bertanya, “Wahai Abu Hazim ( panggilan Salamah bn. Dinar ), seringkali kita memperoleh sesuatu yang harus kita syukuri. Lantas bagaimana sebenarnya hakikat syukur itu ?”. Dijawab, “Untuk setiap bagian dari tubuh kita adalah syukur”. Kemudian ditanya bagaimana cara mensyukuri kedua mata. Abu Hazim menjawab bahwa mensyukuri kedua mata adalah menyiarkan kebaikan setelah kita melihat kebaikan itu dan menutupi keburukan setelah kita melihatnya. Adapun mensyukuri kedua telinga, kata Abu Hazim melanjutkan adalah engkau sadari atau engkau pahami apabila engkau mendengar kebaikan. Dan engkau tanam dalam-dalam tatkala engkau mendengar keburukan. Sedangkan bersyukur dengan kedua tangan adalah tidak menggunakannya untuk mengambil yang bukan hakmu dan tidak boleh dipakai untuk menghalangi hak-hak Allah swt. Kemudian Abu Hazim menerangkan bahwa barang siapa yang membatasi syukurnya hanya dengan lidahnya tanpa menyertakan anggota badannya, maka dia seperti seseorang yang memiliki pakaian yang hanya dibawa dengan tangannya tetapi tidak dipakainya. Dengan begitu ia tidak bisa terhindar dari terik matahari dan hawa dingin[1]. Sudahkah para konglomerat bersyukur dengan harta-hartanya?. Dan sudahkah para penguasa bersyukur dengan kekuasaannya?. Kita tunggu jawabannya.
[1] Insan Teladan dari Para Tabi’in, karya DR. Abdurrahman Ra’fat Basya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar