Rabu, 26 Desember 2007

MEMILIH PASANGAN HIDUP

MEMILIH PASANGAN HIDUP
Tahukah Anda siapakah orangtua dari Abu Hanifah?
Ayah Abu Hanifah adalah Tsabit bin Ibrahim. Jauh sebelum Abu Hanifah dikenal sebagai salah seorang ulama besar, ayahnya; Tsabit adalah seorang pemuda takwa dan jujur. Suatu kali dia menemukan sebuah apel. Dia memakannya hingga setengahnya. Sebab, ketika sedang makan, dia tersadar. Dia tersadar bahwa buah itu bukanlah miliknya. Dia pergi mencari siapa pemilik buah tersebut. Dia bertanya kepada seorang tukang kebun yang kebetulan ada di perkebunan apel itu.
Singkat cerita, Tsabit bertemu dengan pemilik kebun dan memohon keikhlasan apel yang telah dimakan dan akan mengembalikan sisanya.
Pemilik kebun itu memandang dengan penuh kekaguman dan berkata, "Saya akan mengikhlaskan apel itu, namun dengan 1 syarat."
Tsabit bertanya, "Apa syaratnya?"
Pemilik kebun itu menjawab, "Engkau harus menikahi putri saya.”
Tsabit menjawab dengan mantap, "Saya terima nikahnya."
Pemilik kebun menjelaskan, "Dia buta, tuli, bisu dan lumpuh."
Tsabit kembali menjawab dengan mantap, "Baik, saya tetap menerima nikahnya. Saya akan serahkan semuanya kepada Allah swt."
Setelah akad nikah, Tsabit menemui istrinya. Dan, betapa terkejutnya. Ternyata istrinya itu tidak buta, tuli, bisu dan lumpuh.
Akhirnya diketahui bahwa maksud dari buta adalah buta dari hal-hal yang haram. Maksud dari tuli adalah tuli dari suara-suara yang tidak diridhai oleh Allah. Maksud dari bisu adalah bisu dari perkataan yang sia-sia. Maksud dari lumpuh adalah lumpuh dari melangkah ke tempat-tempat yang haram." Dari pernikahan mereka berdua lahirlah An-Nu'man bin Tsabit yang belakangan dikenal dengan nama Abu Hanifah, imam madzhab Hanafi.
Pelajaran apa yang dapat diambil dari kisah ini?
Perhatikan sikap pemilik kebun terhadap Tsabit! Pemilik kebun kagum dan langsung berniat menikahkan putrinya dengan Tsabit. Padahal pemilik kebun tidak mengetahui latar belakang, keluarga, status sosial dari Tsabit. Pemilik kebun hanya mengetahui bahwa Tsabit adalah orang yang jujur, tidak ingin mengambil hak orang lain. Pemilik kebun merasa yakin akan kejujuran dan ketakwaan Tsabit, setelah mendengar jawaban Tsabit atas persyaratan yang diajukan padanya. Tsabit menerima persyaratan yang diajukan oleh pemilik kebun. Pemilik kebun semakin yakin pada keteguhan Tsabit bahwa dia siap menikahi putri pemilik kebun -apapun keadaannya- demi memperoleh keridhaan atas apel yang telah dimakannya.
Begitulah sikap yang benar. Keshalihan dan ketakwaan merupakan hal mutlak yang seharusnya ada dalam memilih menantu atau pasangan hidup. Rasulullah Saw bersabda, “Jika seorang pria datang menemui kalian dan pria tersebut menjalankan agama (Islam) dengan baik serta berakhlak mulia, maka nikahkan dia dengan (putrimu). Sebab jika tidak, akan muncul fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar. (HR Tirmidzi)
Pilihan ini merupakan harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Sedangkan sisi materi, garis keturunan, fisik (kecantikan/ketampanan), harta, status sosial serta suku merupakan pilihan yang masih dapat ditawar.
Sebab memilih menantu atau pasangan hidup yang shalih akan dapat membawa mahligai rumah tangga kepada kebahagiaan.
Seorang pria bertanya kepada Hasan bin Ali, “Saya memiliki seorang putri, dengan siapakah sebaiknya saya menikahkannya?” Hasan menjawab, “Calon suaminya adalah yang bertakwa kepada Allah, sehingga jika dia mencintai putrimu, dia akan menghormatinya. Jika dia membenci putrimu, dia tidak akan mendzaliminya.”
Suami yang beriman dan selalu mengharap ridha Allah tidak akan mendzalimi istrinya. Dari Ummu Salmah r.a. bahwa dirinya membawa semangguk makanan untuk Nabi Saw dan para sahabatnya. Aisyah r.a. datang dengan membawa selembar kain dan batu. Mangkuk milik Ummu Salmah dipecahkan oleh Aisyah. Nabi mengambil pecahan mangkuk itu dan berkata (kepada para sahabat), "Makanlah! Dia sedang cemburu. Dia sedang cemburu. Kemudian Rasulullah mengambil mangkuk Aisyah dan mengirimnya ke Ummu Salmah. Beliau memberikan mangkuk lain kepada Aisyah. Di sebagian riwayat terdapat lafadz, "Bejana dibayar dengan bejana." (HR Bukhari dan Nasaa'i)
Demikianlah yang dilakukan oleh Rasulullah. Kesalahan yang dilakukan oleh Aisyah ditanggapinya dengan tenang dan sikap yang baik. Nabi tidak mencaci maki Aisyah –apa lagi dihadapan para sahabatnya-. Beliau juga tidak memukul Aisyah. Bahkan beliau tidak berkata sepatah katapun. Hanya saja, beliau menjelaskan kepada para sahabatnya tentang penyebab Aisyah bersikap demikian, agar tidak muncul prasangka yang bukan-bukan. Beliau berkata, "Dia sedang cemburu. Dia sedang cemburu." Demikianlah, persoalan itu selesai dengan sikap Nabi Saw yang bijaksana.
Suatu ketika ada seorang pria datang menemui Amirul Mukminin Umar bin Khaththab. Dia ingin mengadukan perilaku istrinya yang tidak disukai. Sesampai di depan pintu rumah Umar, pria tadi mendengar Umar sedang dimarah-marahi oleh istrinya. Urung saja, dia menemui Umar. Pria tadi langsung berbalik pulang. Namun Umar memanggilnya. Umar bertanya, "Ada apa?" Pria tadi menjelaskan, "Istriku memiliki perilaku yang tidak kusukai. Kemudian aku datang ingin mengadukan padamu. Namun, begitu aku melihat engkau dimarahi istrimu, saya tidak jadi mengadukannya. Sebab khalifah saja mengalaminya." Umar menjawab, "Kita harus hargai istri kita. Dia lelah mengurus kita dan anak-anak kita."
Begitulah jawaban Umar. Umar tidak berbalik marah pada istrinya, tidak menampar atau mengusirnya.
Betapa banyak kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang terjadi. Salah satu penyebabnya adalah terkait dengan perkara ini.
Pasangan suami istri yang shalih akan mendidik buah hatinya menjadi anak yang shalih pula. Mereka akan mendidik anaknya menjadi hamba yang senantiasa taat pada Allah. Taat pada mereka, selama tidak diperintahkan untuk berbuat maksiat. Mereka juga akan mengajarkan anaknya agar berakhlak mulia terhadap orang lain.
Tsabit dan istrinya contohnya. Mereka berhasil mendidik anaknya menjadi seorang ulama besar, seorang imam madzhab. Abu Hanifah namanya.
Kenakalan anak yang merupakan generasi umat ini, nampaknya perlu dibenahi dengan memperhatikan perkara ini.

Tidak ada komentar: