Jumat, 28 Desember 2007

MENCOBA MEMAHAMI ORANG LAIN

MENCOBA MEMAHAMI ORANG LAIN
Suatu ketika, aku pulang bepergian dari toko buku. Jalan yang dilalui motorku semula tidak padat. Namun begitu masuk jalan By pass, jalan berubah padat. Motor sulit untuk bergerak, sehingga kukendarai motor dengan hati-hati. Begitu ada ruang kosong di sebelah kanan, aku menyalip dari sebelah kanan. Begitu jalur sebelah kanan sulit untuk ditembus, aku mencoba mencari jalur lain. Kubelokkan motor ke sebelah kiri. Semuanya tetap dilakukan dengan hati-hati dan tidak lupa lampu sen tetap dinyalakan. Jika berbelok ke kanan, lampu sen kanan yang berperan. Begitu berbelok ke kiri, lampu sen kiri yang menyala.
Perlahan tapi pasti, jalur macet itu dapat dilalui. Aku berbelok ke kiri untuk selanjutnya menuju ke kawasan Pondok Bambu.
Sesampainya di kawasan Pondok Bambu alias jalan Pahlawan Revolusi, aku kembali terjebak macet. Kembali motorku beraksi. Motorku sepertinya sudah menyatu dengan diriku. Diperintahkan ke kanan, dia ke kanan. Dibawa lari kencang, dia tidak protes. Dibawa lambat, dia tidak pernah berteriak minta dibawa cepat. Namun kali ini, dia sedikit ngambek. Ban depan motorku menginjak kaki pengendara motor yang ada di depanku. Maklum jalan padat. Ada jalur yang kosong sedikit, langsung dimanfaatkan. Si pengendara motor yang menjadi korban ban motorku berteriak.
"Apa loh!" bentaknya
Matanya seolah keluar ingin melumatku. Tapi wanita diboncengnya mencoba untuk menenangkan. Si pengendara motor itu melanjutkan perjalanannya dan aku mengikuti terus laju motornya. Sambil melihat jalan, aku juga memperhatikan si korban. Wanita yang diboncengnya terus mengelus-elus pundak si korban. Melihat tindakan si wanita ini, aku berkesimpulan bahwa si pengendara motor masih emosi. Dapat kubayangkan apa yang diucapkannya. Mungkin dia mengatakan, "Makanya naik motor itu hati-hati, lihat jalan!" Aku mencoba memahami kondisi si pengendara motor. Mengapa nampaknya dia begitu emosi? Tidak adakah rasa maaf untukku? Di saat perenungan itu, aku teringat pada peristiwa sama yang menimpaku.
Di jalan yang juga macet, kakiku pernah terlindas ban sebuah Taxi. Mengapa bisa demikian? Bagi mereka yang biasa mengendarai motor, mungkin dapat membayangkannya. Jika berada di jalanan macet dan motor kita tidak dapat bergerak lagi, maka otomatis kaki diturunkan. Bisa kedua-duanya atau hanya kaki kiri yang diturunkan. Sedangkan kaki kanan bersiap di pedal rem. Nah! Pada seperti inilah, kaki kiriku berada di bawah dan tanpa kusadari sebuah Taxi, masuk dari arah kiriku. Pada saat itulah, kaki kiriku terlindas ban Taxi. Sontak saja, saya kaget. Oooi, kaki nich! Begitu teriakku. Perasaan kaget dan sedikit marah bercampur pada saat itu. Mungkin seperti inilah kondisi kejiwaan yang dialami si pengendara motor yang menjadi korbanku.
Kesadaran ini mendorongku untuk menyusul si korban. Sesampai di lampu merah, motorku masuk di sebelah kiri motornya. Aku katakan padanya, "Maaf ya mas?"
"Ya, nggak apa-apa."
Pengalaman ini menyadarkanku bahwa memahami orang lain akan dapat memahami kesulitan dan kondisi kejiwaan orang lain.
Jika para pengembang, investor, aparat dapat memahami kesulitan orang lain, mungkin mereka tidak akan sembarang menggusur rakyat kecil. Mereka tidak akan mudah membongkar kios kaki lima. Lain halnya bila mendapat kompensasi yang sesuai. Itupun harus saling ridha. Sebab bila tidak, bisa masuk kategori perbuatan dzalim.
Mungkin kita pernah mendengar riwayat tentang Amirul Mukminin Umar bin Khaththab yang berniat membongkar rumah seorang Yahudi. Si Yahudi tidak ingin mengikhlaskan rumahnya untuk dibongkar, walau diganti dengan harga yang mahal.
Umar tidak jadi membongkar rumah Yahudi itu. Begitulah, bila kita mau mencoba memahami orang lain, kita tidak akan berbuat dzalim. Kita akan berbuat adil.
Mencoba memahami orang lain dapat mencegah orang berbuat mungkar. Di saat SLTP, temanku pernah mempunyai pacar. Temanku ini ingin mempermainkan cewek-nya. Namun apa yang terjadi? Dia teringat pada kedua adiknya yang perempuan. Dia takut kalau-kalau kedua adiknya dipermainkan oleh pria bajingan. Walhasil, temanku itu tidak jadi mempermainkan cewek-nya.
Mencoba memahami orang lain dapat mendorong kita menolongnya. Bila seorang teman berada di dalam kesulitan dan kita mencoba memposisikan diri seperti dirinya, maka mungkin kita tergerak untuk menolongnya. Terlebih lagi bila kita pernah mengalami kesulitan yang sama seperi dirinya. Kemungkinan besar kita akan membantunya.

Tidak ada komentar: