Selasa, 01 April 2008

ADZAN SUBUH YANG MEMBINGUNGKAN

ADZAN SUBUH YANG MEMBINGUNGKAN

Saya terkejut. Jarum jam baru menunjukkan pukul 03.40, tapi adzan Subuh telah dikumandangkan. Padahal seingat saya, adzan Subuh jatuh pada pukul 04.40 atau 04.41, pendek kata pk 05.00 kurang. Tapi kenapa di tanggal 31 Maret 2008 ini, adzan Subuh dikumandangkan pukul 03.40?
Adzan yang dikumandangkan tidak pada waktunya dapat menyesatkan orang. Pasalnya, kaum muslimin menunaikan shalat di luar waktu shalat. Padahal syarat sah shalat adalah shalat di saat waktu shalat telah tiba.
Memang ada sebuah kisah yang menceritakan tentang seseorang yang mengumandangkan adzan shalat di luar waktu shalat.
Kisah ini merupakan kisah seorang penjahit yang gagah berani. Kisah ini berjudul “Tongkat ini milik siapa[1]
Penjahit itu mulai bercerita, "Dulu, kami mempunyai seorang tetangga. Dia seorang penguasa dari Turki. Dia termasuk pembesar negara dan seorang laki-laki yang tampan. Pada suatu hari, seorang perempuan cantik lewat di depannya. Perempuan itu baru saja keluar dari kamar mandi dengan mengenakan pakaian yang indah, namun agak pendek. Dalam keadaan mabuk pemuda Turki itu menghampiri wanita tadi. Dia menginginkan wanita tersebut. Kemudian pemuda itu memasukkan wanita itu ke dalam rumah pemuda tersebut. Wanita itu menolak dan melawannya. Dia berteriak dengan suara tinggi, "Wahai kaum muslimin! Saya adalah wanita yang telah memiliki suami. Laki-laki ini menginginkan diri saya memaksa saya masuk ke dalam rumahnya. Suami saya telah bersumpah/mengancam akan mentalak saya, jika saya bermalam di rumah laki-laki lain. Ketika saya bermalam di sini, berarti secara otomatis saya sudah ditalak olehnya. Kehinaan akan menghinggapi diri ini. Kehinaan yang tidak dapat hilang bersama berjalannya waktu dan tidak dapat bersih dengan air mata."
Penjahit itu berkata, "Saya pergi menghampirinya. Saya mencelanya dan ingin mebebaskan wanita itu darinya. Pemuda itu memukul kepala saya dengan tongkat yang ada di tangannya. Sehingga kepala saya menjadi terluka. Wanita itu berhasil ditundukkan, lalu pemuda itu kembali memasukkan wanita tersebut ke dalam rumahnya secara paksa. Kemudian saya pulang ke rumah. Saya membersihkan darah yang terdapat di kepala dan membalut kepala saya dengan perban. Saya mengimami masyarakat menunaikan shalat isya. Selesai shalat, saya berkata pada jamaah shalat isya, "Kepala ini terluka karena ulahnya, mari kita hampiri dia. Kita cela perbuatannya dan kita bebaskan wanita itu darinya."
Kemudian orang-orang berangkat bersama saya, menyerang rumah pemuda itu. Kami berhadapan dengan sekelompok orang kaki tangan dari pemuda itu. Mereka membawa tongkat. Mereka memukul orang-orang yang datang bersamaku. Salah seorang dari mereka datang menghampiri saya dan memukul saya hingga luka parah. Pemuda itu dan kaki tangannya berhasil mengusir kami dari halaman rumahnya. Kami kalah.
Kemudian saya pulang ke rumah. Saya tidak memperoleh jalan keluar permasalahan ini. Karena luka saya cukup besar dan darah yang keluar cukup banyak. Saya terbaring di atas tempat tidur, tapi saya tidak dapat tidur. Saya menjadi bingung, apa yang harus saya lakukan. Bagaimana caranya agar saya dapat menyelamatkan wanita itu dari pemuda tersebut, sehingga wanita itu dapat kembali ke rumahnya. Bagaimana caranya agar wanita tersebut tidak dijatuhi thalaq oleh suaminya, kelak.
Saya mendapatkan ilham dan akan mengumandangkan adzan Subuh di tengah malam. Sehingga pemuda itu menyangka bahwa subuh telah datang. Dengan demikian diharapkan, pemuda itu mengeluarkan wanita tersebut dari rumahnya dan wanita itu dapat pulang ke rumah suaminya. Maka saya naik ke atas menara. Saya memperhatikan pintu rumah pemuda itu. Seperti biasa, saya menyampaikan beberapa patah kata sebelum adzan dikumandangkan. Apakah saya melihat wanita itu keluar dari rumah?
Kemudian saya mengumandangkan adzan, namun wanita itu tetap saja tidak keluar. Jika wanita itu tetap tidak keluar, saya akan mengumandangkan qamat hingga waktu subuh tiba. Saya kembali memperhatikan, apakah wanita itu telah keluar atau belum? Namun tiba-tiba jalan penuh dengan para penunggang kuda dan pasukan. Mereka bertanya, "Mana orang yang telah adzan di saat seperti ini?"
Saya menjawab, "Saya." Saya ingin mereka menolong saya mengalahkan pemuda itu."
Mereka berkata, "Turun!"
Saya turun dari menara. Mereka berkata, "Penuhilah panggilan amirul mukminin.” Maka mereka membawa saya ke hadapan amirul mukminin. Ketika saya melihat amirul mukminin duduk di singgasananya, tubuh saya gemetar. Saya amat takut. Dia berkata, "Mendekatlah!” Kemudian saya mendekatinya. Dia kembali berkata, "Tenangkan hatimu, tidak usah takut."
Dia terus berusaha menenangkan diri saya. Hingga akhirnya, saya menjadi tenang. Rasa khawatir saya telah lenyap. Dia berkata, "Apakah engkau yang telah mengumandangkan adzan di tengah malam ini?"
Saya menjawab, "Benar, ya Amirul mukminin."
Amirul Mukminin kembali bertanya, "Apa yang membuat dirimu mengumandangkan adzan di tengah malam ini. Padahal malam masih panjang?! Engkau telah menipu orang yang berpuasa, para musafir, orang yang menunaikan shalat dan yang lainnya.
Saya bertanya, "Apakah amirul mukminin akan mempercayai saya, jika saya menceritakan suatu kisah?!"
Amirul mukminin menjawab, "Saya mempercayaimu."
Saya menceritakan kisah itu padanya. Mendengar cerita itu, dia amat marah. Amirul mukminin segera memerintahkan untuk menghadirkan penguasa Turki dan wanita itu, apapun keadaannya. Mereka berdua segera datang. Amirul memulangkan wanita itu pada suaminya. Dengan ditemani beberapa orang wanita kepercayaan Amirul Mukminin, wanita itu pulang ke rumah suaminya. Amirul mukminin meminta agar suami wanita itu mau memaafkannya dan berbuat baik padanya, karena wanita itu dipaksa. Selanjutnya beliau menghadapi pemuda itu dan bertanya padanya, "Berapa banyak rezki yang telah engkau terima? Berapa banyak harta yang engkau miliki? Berapa banyak engkau mempunyai tetangga dan istri?" Kemudian pemuda itu menyebutkan sesuatu dalam jumlah yang banyak.
Amirul mukminin berkata, "Celaka kamu. Bukankah Allah telah mencukupimu dengan berbagai nikmat-Nya. Namun mengapa engkau melanggar kehormatan Allah. Engkau telah melampaui batas ketentuan Allah. Engkau telah berani pada penguasa. Engkau telah memukul kepala seorang pria. Padahal pria itu memerintahkan segala yang hak dan mencegah perbuatan mungkar. Lalu engkau memukulnya, menghinakannya, bahkan membuatnya terluka? Pemuda itu tidak berani menjawab. Amirul mukminin memerintahkan agar kaki pemuda itu diikat. Demikian pula dengan lehernya. Kemudian diperintahkan agar pemuda itu dimasukkan ke dalam karung. Penjahit itu diperintahkan untuk memukul dengan tongkat dengan pukulan yang amat keras. Dipukul hingga mati. Setelah itu diperintahkan untuk dibuang ke sungai Dijlah. Itulah akhir perjalanan hidupnya.
Kemudian amirul mukminin memerintahkan kepala polisi untuk mensita semua kekayaan dan harta yang diperoleh pemuda –yang penguasa itu- dari baitul mal. Amirul mukminin berkata kepada pria shalih –si penjahit itu-, "Setiap saat engkau melihat kemungkaran apakah kecil maupun besar, termasuk seperti kejadian ini, -sambil menunjuk pada kepala polisi- maka beritahulah saya, jika saya sedang berada di dekat sini. Namun jika saya berada di tempat yang jauh, maka kumandangkanlah adzan, kapan saja atau di saat seperti sekarang ini."
Penjahit itu berkata, "Oleh karena itulah, setiap saya memerintahkan salah seorang penguasa (baik gubernur, bupati, pentj), niscaya mereka akan mentaatinya. Jika saya melarang mereka, niscaya mereka meninggalkannya, karena mereka takut pada Mu'tadhidh. Sekarang, saya tidak perlu lagi mengumandangkan adzan seperti malam itu.”
Apakah adzan yang kudengar itu merupakan isyarat telah terjadi suatu kemungkaran dan muadzinnya membutuhkan pertolongan untuk membasmi kemungkaran itu? Wallahu ‘alam bish shawab.

[1] Kisah ini merupakan salah satu kisah diantara kisah-kisah lainnya. Kisah ini diambil dari buku yang berjudul “Kisah Orang-orang zalim” karya Muhammad Abduh, terbitan Republika

Tidak ada komentar: