Minggu, 20 Januari 2008

MENJAGA SEMANGAT MENULIS

Sebagai seorang penulis, kita ingin tulisan kita dimuat. Baik di harian, majalah atau mungkin diterbitkan oleh sebuah penerbit. Ingin dimuat karena mengharapkan bayaran yang diperoleh dari tulisan. Ingin dimuat karena ingin tahu sejauh mana kwalitas tulisan kita. Itulah diantara yang ada di pikiran para penulis. Bila tulisan dimuat, kita merasa bahwa tulisan kita bagus atau tulisan kita layak dibaca oleh khalayak ramai. Bila tulisan tidak dimuat, kita akan merasa kesal, kita akan merasa bahwa orang tidak mengerti bahwa tulisan kita bagus dan layak dibaca orang lain. Kita sudah berusaha semaksimal mungkin, sudah menyelesaikan tulisan dan berkesimpulan bahwa tulisan yang kita kirim itu merupakan karya terbaik kita. Tapi kenyataan lain, tulisan kita tidak dimuat atau tidak diterima oleh penerbit. Kita tidak perlu bersedih hati, tidak perlu merasa putus asa. Jangan sampai semangat menulis kita menjadi mengendur karena tulisan tidak pernah diterima. Jangan sampai kita berkesimpulan bahwa kita tidak dapat menulis. Buktinya, tulisan kita tidak pernah dimuat. Dari sekian banyak tulisan yang kita kirim tidak satupun yang diterima.
Mengapa demikian? Berapa banyak para penulis terkenal dan banyak menghasilkan karya-karya bestsellernya harus diawali oleh berbagai penolakan. Penulis AA Navis, misalnya. Tulisan dia sudah sering ditolak dan tulisan yang ke 100nya lah yang baru diterima. Sidney Sheldon, contoh lainnya. Dia pernah merasa putus asa, karena tulisannya tidak pernah dimuat. Dia telah mengirim lusinan cerpennya ke berbagai media massa, namun tulisannya dijawab dengan penolakkan secara tertulis. Saya pernah mendengar bahwa tulisan kang Habiburrahman al-Shirazy juga pernah ditolak. Buku Ayat-ayat cinta-nya pernah ditolak oleh sebuah penerbit. Namun ternyata, novel ini diterima oleh penerbit lain dan menjadi best seller. Penulis buku Harry Potter juga pernah mengalami hal yang serupa. Karyanya ini ditolak oleh penerbit. Namun ketika diterima, ternyata novel Harry Potter menjadi bestseller.
Contoh di atas merupakan pelajaran penting bagi para penulis, calon penulis. Pelajarannya adalah penilaian orang sifatnya relatif. Tulisan kita yang sudah dimuat, belum tentu dinilai bagus oleh harian atau penerbit yang lain. Ada yang mengatakan bahwa tulisan kita tidak layak jual, namun ada pula yang mengatakan tidak layak jual. Sekali lagi penilaian orang itu relatif!
Jika kita pernah kecewa, sedih dan kecil hati, karena tulisan kita ditolak, maka penerbit akan menyesal karena pernah menolak karya kita. Karena di kemudian hari, ternyata -insya Allah- tulisan kita menjadi best seller. Tetap semangat menulis!

Tidak ada komentar: