Kamis, 05 Agustus 2010

UKHUWWAH LEBIH UTAMA



“Alhamdulillah…acara Isra’ Mi’raj telah usai. Penceramahnya hadir, para undangan begitu memperhatikan uraian penceramah dan teman-teman nampak begitu antisias untuk hadir dan membantu para panitia inti,” begitu batin Izzuddin
“Keberhasilan hari ini sepertinya dapat menghibur kekesalan saya hari ini. Kalau dipikir-pikir, benar-benar mengesalkan, itu anak.
Maunya menang sendiri!!
Maunya ngatur!!
Kalau giliran dia aja, gak mau diatur!!
Peraturan bisa berubah-ubah menurut kepentingannya sendiri!!
Peraturan itu berlaku untuk orang lain!!
Sedangkan untuk dia tidak berlaku!!
Walau diucapkan dalam hati, namun terlihat wajah Izzuddin memerah. Teman sekelasnya itu memang keterlaluan. Dia bukan ketua kelas, tapi kalau ngatur waaah top dah. Nggak boleh ini lah! Nggak boleh itu lah!!
Hari itu dia melarang Izzuddin untuk keluar kelas, kecuali kalau ke WC. Selama tidak ada guru yang masuk ke kelas, semua murid dilarang keluar kelas. Begitu peraturan yang dibuatnya. Murid-murid diminta untuk tetap di kelas, belajar di kelas sambil nunggu kedatangan guru. Peraturannya ini juga berlaku, bila sudah jelas-jelas guru tidak datang alias sakit.
Ada baiknya juga peraturan itu. Tapi giliran dia, dia dapat keluar seenaknya saja. Inilah yang membuat Izzuddin menjadi kesal. Sebagai ketua panitia peringatan Isra’ Mi’raj di sekolahnya ini, dia perlu keluar berkoordinasi dengan teman-temanya yang juga tidak ada pelajaran.
Suasana sekolah SMU Pelangi Biru itu, sudah lengang. Hanya ada beberapa siswa saja yang bermain basket di lapangan. Sementara itu, Izzuddin di pojok bangku deretan belakang kantin sekolah, sambil makan siomay. Dia makan sambil merenungi berbagai kejadian yang terjadi pada hari itu.
Dari wajahnya nampak sudah mulai tenang. “Oh ya, saya ingat pesan ustadz tadi. Pentingnya menjaga ukhuwwah Islamiyyah. Ustadz bilang kaum muslimin itu sudah diadu domba, persis seperti zaman Belanda dulu. Kalau sudah diadu domba, tidak perlu diperparah dengan permasalahan yang bisa didamaikan. Tidak perlu mencari pertengkaran yang bisa dimaklumi.”
“Iya juga ya. Kalau tujuan musuh-musuh Islam memecah belah kaum muslimin. Bagaimana bila kaum muslimin telah pecah belah dengan sendirinya? Berarti…kita sebagai kaum muslimin harus bisa banyak maklum, harus memaafkan teman yang telah berbuat dzalim kepada kita. Ok bismillah…”
Usai perenungan itu, Izzuddin semakin tenang. Kekesalan yang sempat singgah, hilang dengan sendirinya.
sumber image; http://alfredoelectroboy.wordpress.com/2010/05/14/cara-mengusir-cicak-tanpa-alat/

1 komentar:

niefha mengatakan...

karena dalam ukhuwah pun ada yang harus slalu kita jaga.