Selasa, 23 Maret 2010

MARTABAT MANUSIA JATUH KARENA SYIRIK

MARTABAT MANUSIA JATUH KARENA SYIRIK

Sebagaimana diketahui Aazar bapak dari nabi Ibrahim adalah pembuat berhala. Kemudian berhala itu disembahnya dan disembah oleh kaumnya.
Memang aneh. Berhala dibuat dan setelah jadi disembah oleh pembuatnya. Padahal kalau berhala itu tidak jadi dibuat, tentu berhala itu tidak akan ada. Artinya keberadaan berhala itu bergantung pada si pembuatnya.
Oleh karena itu, nabi Ibrahim menegur dengan keras ayahnya, “Dan di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya, Aazar, "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata." (QS Al-‘Anaam (6):74)
Siapa pun yang berakal pasti akan berpikiran seperti nabi Ibrahim. Masa iya sesuatu yang keberadaannya bergantung kepada manusia, lalu manusia menyembahnya? Apakah masuk akal, sesuatu yang lebih lemah dari manusia, lalu manusia menyembahnya?
Apakah berhala yang tidak dapat menciptakan sesuatu apapun, tidak mampu memberi pertolongan; layak untuk disembah?
Di dalam ayat lain dijelaskan bahwa nabi Ibrahim menghancurkan berbagai macam berhala dan menyisakan sebuah berhala terbesar. Ketika orang-orang musyrik bertanya, “Siapakah yang menghancurkan berhala-hala ini?”
Nabi Ibrahim menjawab, “Pelakunya adalah patung yang paling besar itu. Coba tanyakan pada patung-patung yang besar itu, jika mereka dapat berbicara.”
Jawaban yang indah sekali. Mencoba menyadarkan para penyembah berhala. Mencoba menggugah akal orang-orang musyrik. Akal sehat pasti akan menjawab, “Mana mungkin berhala-hala itu berbicara dan bergerak?”
Akal sehat memang harus digunakan. Taklid tidak dibenarkan dalam menentukan siapa Tuhan yang layak untuk disembah. Bila dibiarkan taklid, maka kemusyrikan akan terjadi di mana-mana. Tuhan-tuhan atau berhala yang pernah disembah oleh nenek moyang akan kembali disembah di masa sekarang. Itulah berbahayanya taklid dalam menentukan siapa Tuhan yang sebenarnya.
Seorang non muslim memilih dan memeluk agama Islam, setelah akal sehatnya mengakui bahwa Allah adalah Tuhan atau Pencipta yang sesungguhnya. Sedangkan Tuhan agama-agama lain tidak layak menempati kedudukan sebagai Pencipta. Jadi sekali lagi, untuk menentukan siapa Tuhan yang sesungguhnya; akal sehatlah yang berbicara dan bukan taklid.
Coba kita perhatikan bagaimana sikap Abu Bakar Ash-Shiddieq dalam menghadapi ayahnya yang mengenalkan nama-nama berhala.
Abu Bakar bercerita, “Ketika aku mulai beranjak dewasa, Abu Quhafah –panggilan ayah Abu Bakar- mengajakku ke suatu ruangan yang ada berhala di dalamnya. Lantas Abu Quhafah berkata kepadaku, “Inilah tuhan-tuhanmu yang bernama Syumm, Al-’Awwaliy, Khalaniy dan Dzahab.”
Bagaimana sikap Abu Bakar? Apakah dia mengikuti kebiasaan ayahnya yang menyembah berhala?
Abu Bakar pun melanjutkan kisahnya, “Aku pun mencoba mendekati berhala-berhala itu seraya berkata, ‘Aku lapar, tolong beri aku makan!’ Tetapi berhala itu tidak menjawab permintaanku. Aku berkata lagi, ‘ Aku telanjang, tolong beri aku pakaian!’ Berhala itu tetap tidak menjawab permintaanku, maka aku pun melempar batu ke arah berhala itu dan berhasil mengenai wajahnya.’” (The Great Leaders, Kisah Khulafaur Rasyidin, Ahmad Abdul ‘Aal Ath-Thahthawi, GIP)
Namun sayang sekali, di zaman ilmu dan tekhnologi telah berkembang pesat, masih saja ada praktik dan sikap-sikap syirik. Masih saja ada orang-orang yang memohon pertolongan kepada kuburan-kuburan keramat. Masih saja ada orang yang mencari informasi di kuburan mengenai nomer yang akan keluar dalam undian.
Bagaimana mereka yang telah wafat, dikubur berpuluh tahun hingga beratus tahun lamanya dapat memberikan pertolongan?
Kita juga masih menemukan orang-orang yang meyakini benda-benda keramat yang dapat melindungi diri mereka dari celaka dan mara bahaya. Meyakini benda-benda yang dapat menaikkan wibawa seseorang. Ada juga yang meyakini benda-benda tertentu sebagai pembawa hoki atau keberuntungan.
Syirik bukan saja perbuatan dosa besar yang tidak diampuni Allah –jika tidak bertaubat-. Tapi syirik juga merupakan perbuatan yang merendahkan hakikat martabat manusia. Manusia dikenal memiliki martabat yang tinggi karena akalnya. Namun tatkala dia berbuat syirik, martabatnya jatuh. Sebab seolah dia tidak memiliki akal.

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Mampir Pak Ketua kelas pramuda 14..:)
Wah jadi inget temen beli cincin yang katanya bs melindungi dia. Untung sy ingetin jadi skarang dah gak dipake lagi.

arya mengatakan...

ma kasih Mbak Min sudah mau mampir. Gmna yah supaya dapat teman banyak di blogspot?

Eh ngomong2 selamat yah masuk nominasi curhat jalan raya