Semakin sering bertemu mas Bejo, semakin banyak tahu siapa dia. Beberapa hari yang lalu, saya kembali mampir ke warung nasi gorengnya. Tapi kali ini bukan untuk makan. Hanya sekedar minum es jeruk dan ngobrol saja.
Datang seorang wanita cantik. Mas Bejo langsung bertanya, “Mas…(dia menyebutkan nama seseorang) dah cerita mbak?”
“Iya mas. Saya ke sini juga karena urusan itu.”
Mendengar jawaban wanita itu, saya langsung menduga bahwa ini mungkin urusan hutang piutang.
“Kalo gak ada, ntar aj mbak.”
Mendengar jawaban mas Bejo, saya semakin yakin bahwa pembicaraan mereka seputar hutang.
“Ah nggak mas Bejo. Saya ke sini mau bayar. Adik saya makan apa saja?”
“Bihun, nasi dan dua botol teh,” jawab mas Bejo
Dia pun menyebutkan sejumlah nilai nominal.
Melihat sikap mas Bejo yang memberi kesempatan penangguhan pembayaran hutang, saya angkat topi. Sebab tidak semua orang bersikap seperti itu. Tidak semua orang mau memberi penangguhan pembayaran hutang. Banyak orang yang ingin agar penghutang segera menunaikan kewajibannya.
“Orang yang menangguhkan pembayaran hutang orang yang belum mampu membayarnya, maka sebelum masa pembayaran itu tiba, setiap hari merupakan sedekah baginya. Dan jika masa pembayaran telah tiba, lalu ia memberi tangguh, maka setiap harinya merupakan sedekahnya dua kali lipat.” (HR Ahmad [5/360], dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Ash-Shahihah [1/86]).