Senin, 28 April 2008

BAGAIMANA KALAU................?

BAGAIMANA KALAU…………?

Bagaimana kalau di dunia tidak ada warna? Yang ada hanyalah warna hitam. Pemandangan tidak lagi menjadi indah. Kita sulit untuk membedakan yang satu dengan yang lain. Bagaimana kalau buah jeruk berwarna hitam, kalau daun berwarna hitam? Bagaimana kalau langit dan laut tidak terlihat biru, namun berwarna hitam? Bagaimana jika buah semangka yang biasa kita temui berwarna merah atau kuning, kini kita dapati berwarna hitam. Bagaimana jika buah apel menjadi berwarna hitam? Tidak ada istilah orang yang buta warna. Tidak ada warna favorit. Kita tidak dapat membedakan mana orang Afrika dan mana orang Eropa. Kita tidak dapat membedakan orang Cina yang berkulit kuning dengan orang Indian yang berkulit merah. Kita tidak dapat membedakan mana sirup yang rasa jeruk dengan strawberry. Pasalnya, kita tidak dapat menebak rasa sirup itu, ketika melihat sirup rasa jeruk berwarna hitam dan sirup rasa strawberry juga berwarna hitam. Jika dunia tanpa warna atau hanya berwarna hitam, maka kita tidak dapat membedakan mana siang dan mana pula malam. Bagaimana hasil lukisan seorang pelukis, jika di dunia ini hanya ada warna hitam? Mungkin aliran lukisan hanya ada aliran gotich (nggak tahu tulisannya benar atau tidak) yang artinya lukisannya hanya berwarna hitam.

Bagaimana kalau di dunia tidak ada angka? Mungkin rumah kita tidak ada nomornya. Bagaimana menentukan harga suatu barang? Berapa tinggi seseorang? Berapa banyak orang yang hadir dalam suatu pertemuan? Kita tidak tahu tanggal berapa kita lahir. Kita tidak dapat menjadi saksi peristiwa tabrak lari, pasalnya mobil tidak memiliki plat nomor. Kita tidak dapat, karena angka-angka yang biasanya dijadikan tolok ukur atau standar kemajuan seseorang, tidak ditemukan. Kita tidak dapat mengungkapkan siapa juara pertama, kedua dan seterusnya. Kita hanya dapat mengatakan dia lebih dulu dari si A, si B dan seterusnya.

Bagaimana kalau di dunia tidak ada bahasa. Mungkin tidak ada dialog diantara manusia. Yang ada hanya isyarat saja. Coba bayangkan! Alangkah lamanya untuk mencapai satu pemahaman. Entah berapa kali, salah paham yang terjadi bila sesama manusia berdialog namun tidak dengan menggunakan bahasa apapun, karena yang ada hanya isyarat. Tidak adanya bahasa, mungkin akan membuat orang dapat berkelahi. Coba bayangkan! Bagaimana seorang guru dapat mengajar muridnya, jika sarana untuk menyampaikan ilmu tidak ada? Seorang ayah tidak dapat menanamkan pengertian bahwa anaknya telah melakukan kesalahan dan layak mendapat hukuman. Walhasil, si anak tetap saja melakukan kesalahan. Bila tidak ada bahasa, mungkin tidak ada penyair, penyiar, host, penyanyi, penceramah, penulis, penerjemah, orator, guru dan profesi lainnya.

Bagaimana kalau kita tuli -naudzu billahi min dzalik-?

Orang yang tuli, biasanya juga bisu. Agar seseorang dapat mengucapkan suatu dengan benar dan tepat, maka dia harus mendengar terlebih dahulu. Orang yang tuli tidak akan mendengar bila ada seseorang yang memanggilnya dari belakang. Dia baru akan sadar bahwa ada orang lain yang memanggil atau mencarinya setelah pundaknya ditepuk. Orang yang tuli tidak dapat berbicara seperti orang pada umumnya. Itu berarti minim sekali dialog yang dilakukannya. Orang yang tuli tidak dapat mendengar gemercik air, alunan musik, kicau burung, ledakan bom, lenguh sapi, ringkik kuda, auman singa, salakkan anjing, ngeongnya kucing, kotek ayam berkokok, suara jangkrik di malam hari, suara katak di musim penghujan, dengungan sayap nyamuk, klakson mobil, deru kendaraan bermotor, piring pecah, bunyi alarm, derit pintu yang sedang dibuka, cicitan tikus, bunyi rem kendaraan, bunyi koran yang jatuh setelah dilempar oleh tukang koran, dentang piring yang terkena sendok, garpu kita, suara riang anak-anak, tangisan bayi, rintik, lebatnya hujan turun, gletarnya petir. Coba bayangkan bila orang tuli tidak mengerti suatu permasalahan, kemudian orang lain ingin menjelaskan duduk permasalahannya, bagaimana? Sebab terkadang suatu pelajaran tidak dapat langsung dipahami, namun perlu penjelasan ulang atau penjelasan tambahan dan penjelasan itu disampaikan lewat mulut, kemudian diteruskan ke telinga. Bisa jadi, orang yang tuli memiliki keterbatasan pengetahuan. Selain tidak mungkin menerima ilmu lewat telinga, dia juga hampir tidak mungkin bertanya (sesuatu yang tidak dipahami) lewat mulutnya. Karena biasanya orang tuli juga orang yang bisu.

Bagaimana kalau kita buta -naudzu billahi min dzalik-?

Orang yang buta biasanya sulit untuk menyebrang jalan. Bila orang buta naik kendaraan umum, biasanya dia pesan kepada supir agar diberitahu bila tujuan si buta telah sampai. Orang buta tidak dapat melihat keindahan alam, tidak dapat melihat si cantik atau si buruk rupa, si tampan atau the beast. Orang buta tidak dapat melihat tingginya gedung, besarnya gajah, kecilnya semut, luasnya lapangan sepak bola, sempitnya rumah RSSSS, rendahnya orang cebol. Dia tidak dapat melihat bahwa ular itu bentuknya panjang, ayam mempunyai paruh, banteng bertanduk, cecak dapat merayap di dinding. Orang yang buta tidak dapat melihat silaunya sinar mentari, terangnya lampu neon. Bagi orang buta semuanya serba hitam, gelap, baginya tidak ada perbedaan antara siang dan malam. Mungkin dia dapat membedakan dari udaranya pagi, siang dan malam. Namun tetap saja semuanya serba gelap. Orang buta tidak dapat membaca buku seperti orang-orang yang bisa melihat. Orang buta tidak dapat membaca Al-Qur’an. Memang sekarang sudah ada buku-buku dan Al-Qur’an berhuruf Braille.

Bagaimana kalau kita bisu -naudzu billahi min dzalik-?

Orang bisu tidak dapat berbicara, bernyanyi, ceramah, bertanya, marah dengan mengeluarkan ucapan, mengeluarkan pendapat lewat ucapan, menjelaskan sesuatu kepada seseorang. Bagi orang bisu tidak ada istilah salah omong, mulut berbisa. Pepatah ‘mulutmu adalah harimaumu’, tidak berlaku bagi orang yang bisu. Bagi orang bisu akan sulit bertanya, bila ada pelajaran yang tidak dimengertinya. Orang bisu akan kesulitan bertanya, kita dia tersesat di suatu daerah.

Bagaimana kalau kita lumpuh -naudzu billahi min dzalik-?

Orang yang lumpuh akan kesulitan untuk bepergian. Coba bayangkan bagaimana orang yang lumpuh naik angkot, naik tangga, turun dari angkot, turun tangga! Coba bayangkan! Bagaimana orang lumpuh berlari? Orang lumpuh akan kesulitan naik gunung, akan kesulitan pergi ke mal, kesulitan bepergian ke toko buku, ke kebun binatang, pendek kata akan kesulitan untuk bepergian ke manapun tujuannya.

Allah berfirman, “Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung ni`mat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (ni`mat Allah).” (QS Ibrahim (14):34)

Allah berfirman, “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu mema`lumkan, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni`mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni`mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (QS Ibrahim (14):7)

Silahkan ditambah lagi!

Bagaimana kalau tidak ada…………

Bagaimana kalau kita……………-naudzu billah min dzalik-

Jumat, 25 April 2008

HIKMAH PERISTIWA

HIKMAH PERISTIWA

Kita mungkin masih ingat dengan peristiwa kebakaran di Pasar Tanah Abang. Anda mau tahu siapa saja yang menjadi korbannya? Yang pasti, para pedagang yang memiliki kios di pasar ini menjadi korbannya. Selain itu, para pedagang yang menitipkan barang di pasar ini. Maklum, pasar ini dulu –entah sekarang- termasuk salah satu pasar grosir terbesar. Para pengusaha home industri bordir di Tasikmalaya termasuk menjadi korban peristiwa ini. Banyak hasil bordir di pasar Tanah Abang yang belum sempat terjual, ikut terbakar. Barang-barang hasil bordiran yang tadinya siap dikirim ke pasar Tanah Abang, menjadi barang yang menumpuk. Sementara itu, para pengrajin bordir yang telah menghasilkan berbagai karyanya belum mendapat bayaran.

Selain home industri bordir di Tasikmalaya, pengusaha batik di Pekalongan juga menuai dampaknya. Batik Pekalongan yang biasanya dikirim ke pasar Tanah Abang, tidak dapat lagi dipasarkan di sana. Seingat saya, pengusaha batik Pekalongan sebelumnya juga mengalami keadaan yang sama. Setelah peristiwa ledakan bom di Bali, omset penjualan batik Pekalongan di sana menurun.

Lain lagi dengan para pengusaha PJTKI (Perusahaan yang memberangkatkan warga negara Indonesia untuk menjadi Tenaga kerja di luar negri). Perusahaan PJTKI akan mengalami kelesuan usaha di saat negara tujuan sedang bermasalah. Ketika negara Arab sedang mengalami krisis, maka dampak akan dirasakan oleh para pengusaha PJTKI yang memberangkatkan ke negara-negara Arab. Walhasil, kegiatan usaha di PJTKI menjadi terhenti. Terhentinya kegiatan para pengusaha PJTKI berdampak kepada pendapatan pihak-pihak lainnya. Medical Centre misalnya. Biasanya, Medical Centre melayani pemeriksaan calon tenaga kerja yang akan bekerja di luar negri. Jika seseorang ingin bekerja di luar negri, maka tahap pertama yang harus dilakukan adalah pemeriksaan kesehatan di Medical Centre. Bila tidak ada pemberangkatan ke negara Arab (karena adanya krisis di Timur Tengah), berarti tidak ada pemeriksaan di Medical Centre. Itu berarti tidak ada pemasukkan bagi Medical Centre. Dampak selanjutnya adalah tidak ada pembuatan paspor. Karena seorang calon tenaga kerja yang ingin membuat paspor harus memiliki hasil pemeriksaan kesehatan dari Medical Centre dan hasilnya harus berstatus FIT alias sehat. Karena tidak ada seorang pun yang memeriksakan kesehatan di Medical Centre, maka tidak ada seorang pun yang membuat paspor. Itu berarti pemasukkan imigrasi juga tersendat.

Berbagai peristiwa di atas merupakan contoh dari kekuasaan Allah. Jika Allah ingin menyempitkan rezki seseorang dapat dengan mudah dilakukan-Nya. Allah berfirman, "Allah meluaskan rezki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki." (QS Ar-Ra'ad (13);26)

Allah berfirman, "Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya." (QS Al-Isra' (17):30)

Selasa, 22 April 2008

REKENING KORAN (JOKE)

REKENING KORAN

Staf keuangan kantor kami baru saja menerima kiriman rekening koran dari sebuah bank. Dasar usil, "Apakah rekening koran ada hubungannya dengan langganan koran?"

Staf keuangan kami menjawab, "Ya nggak lah!"

"Kalau nggak ada hubungannya dengan langganan koran, mengapa disebut rekening koran?"

Dialog ini mengundang komentar teman yang lain. Sebut saja si Y. Si Y punya seorang teman. Dia ingin kredit motor. Salah satu persyaratan untuk kredit motor adalah mempunyai rekening koran 3 bulan terakhir. Persyaratan yang diminta pihak dealer ini, ditanggapi teman si Y dengan jawaban, "Maaf pak, saya tidak langganan koran."

Mendengar cerita si Y ini, kontan saja kami tertawa.

Tapi ternyata cerita si Y tidak sampai di situ saja. Dia menceritakan temannya yang lain. Temannya ini juga ingin kredit motor. Pegawai dealer menjelaskan bahwa salah satu persyaratan untuk kredit motor adalah mempunyai rekening koran. Mendengar penjelasan ini, teman si Y berkata, "Maaf, saya tidak mempunyai rekening koran. Saya biasanya beli koran secara eceran alias tidak berlangganan koran."

Kamis, 17 April 2008

PENGRAJIN KALENG

PENGRAJIN KALENG

Kita mungkin sering melihat tempat sampah yang terbuat dari alumunium. Bentuknya seperti tabung. Di bagian atasnya berfungsi sebagai asbak dan di bagian tengahnya dibiarkan bolong berbentuk bundar. Bolongan ini memang sengaja dirancang sedemikian rupa untuk mempermudah orang untuk membuang sampah. Tabung sampah berbentuk tabung ini biasa kita temukan di bank, maal dan tempat-tempat keramaian lainnya.

Jika kita mengantri di bank, maka kita berbaris memanjang dan dibatasi oleh sebuah pembatas. Pembatas itu terdiri dari beberapa 2 atau 3 tiang yang terbuat dari alumunium. Masing-masing tiang itu dihubungi oleh seutas tali.

Anda pernah melihat lampu panggung? Tepatnya lampu panggung yang terdapat di kanan dan kiri panggung di bagian depan. Lampu panggung itu seperti kubah dan disambung dengan sebuah tabung.

Kita juga biasa melihat dank-dang, oven, pencetak roti dan seterusnya. Semuanya terbuat dari alumunium.

Kita dapat menyaksikan para pengrajin alumunium atau kaleng. Usaha home industri ini dapat ditemukan di daerah Citeureup, Jawa Barat.

Karya-karya home industri ini berkelas dan berkualitas. Buktinya, hasil karya mereka dipesan oleh bank, maal dan berbagai perkantoran. Padahal mereka hanya menggunakan alat-alat sederhana. Gunting, martil, balok kayu dan sebagainya. Mereka mengeluhkan bahwa harga bahan-bahan yang mereka butuhkaan melambung tinggi. Mereka menaikkan harga jual. Akibatnya pemesanan menurun.

Masalah yang mereka hadapi sudah klise. Modal, SDM dan pemasaran.

Kewajiban negara adalah membantu rakyatnya. Kewajiban mencari nafkah merupakan kewajiban individu. Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya ada sebagian dosa yang tidak bisa terhapus oleh shaum atau shalat. Beliau ditanya, "Apakah yang dapat menghapuskannya, wahai Rasulullah?" Rasulullah menjawab, "Bekerja mencari nafkah penghidupan." (HR Abu Nu'aim, dalam Al-Hilyah)

Rasulullah pernah mencium tangan Sa'ad bin Mu'adz ra, tatkala beliau melihat bekas-bekas kerja pada tangan Sa'ad, beliau bersabda, "(Ini adalah)dua tangan yang dicintai Allah ta'ala."

Memang benar, pada mulanya pemenuhan dan kesejahteraan manusia adalah tugas individu itu sendiri, yakni dengan bekarja. Jika ia tidak memperoleh pekerjaan, padahal dia mampu untuk itu, maka negara wajib menyediakannya. Sebab memang itu menjadi tanggung jawab negara. Nabi Saw bersabda, "Seorang imam (penguasa) adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat) dan ia akan diminta pertanggung jawaban terhadap rakyatnya." (HR Bukhari dan Muslim)

Dalam sebuah hadis diriwayatkan bahwa Rasulullah pernah memberikan dua dirham kepada seseorang. Beliau berkata kepadanya, "Makanlah dengan satu dirham dan sisanya belikanlah kapak, lalu gunakanlah kapak itu untuk bekerja."

Dalam hadits lain, dijelaskan ada seseorang yang mencari Rasulullah dengan harapan Rasulullah akan memperhatikan masalah yang dihadapinya. Ia adalah seorang yang tidak mempunyai sarana yang dapat digunakan untuk bekerja untuk mendapat suatu hasil. Dia juga tak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya. Kemudian Rasulullah memanggilnya. Beliau menggenggam sebuah kapak dan sepotong kayu yang diambil sendiri oleh beliau. Beliau serahkan kapak dan kayu itu pada orang tersebut. Beliau perintahkan padanya agar pergi ke suatu tempat yang beliau telah tentukan agar ia bekerja di sana. Beliau memintanya kembali menemuinya, jika sudah bekerja. Setelah beberapa waktu, orang itu kembali menemui beliau Saw dan mengucapkan terima atas bantuannya.

Suatu ketika, Amirul Mukminin Umar bin Khaththab memasuki masjid di luar waktu shalat 5 waktu. Di dalam masjid, beliau melihat 2 orang yang sedang berdo'a memohon kepada Allah. Umar bertanya, "Apa yang sedang kalian kerjakan, sedangkan orang-orang di sana sedang sibuk bekerja?"

Mereka menjawab, "Wahai Amirul Mukminin! Kami adalah orang-orang yang bertawakkal kepada Allah Swt."

Mendengar jawaban itu, Umar marah seraya berkata, "Kalian adalah orang-orang yang malas bekerja, padahal kalian tahu bahwa langit tidak akan menurunkan hujan emas dan perak."

Kemudian Umar mengusir mereka dari masjid, tetapi beliau memberikan setakar biji-bijian dan beliau berkata, "Tanamlah dan bertawakkallah kepada Allah!"

Perhatikan riwayat-riwayat di atas! Rasulullah membantu rakyatnya yang belum bekerja. Demikian pula dengan Amirul Mukminin Umar, beliau memberikan setakar biji-bijian kepada rakyatnya yang malas bekerja. (Hidup Sejahtera di bawah naungan Islam , karya Abdul Aziz Badri)

Negara harus memperhatikan rakyatnya. Memberi mereka modal, jika memang membutuhkan. Jangan negara lebih cendrung kepada pengusaha! Negara memberi izin kepada para pengusaha atau konglomerat untuk membuat bank. Jika negara memberi izin kepada para pengusaha, berarti para pengusaha dapat dengan mudah memperoleh modal. Karena rakyat menyimpan/menabung uang di bank milik para pengusaha. Dengan memiliki bank, para pengusaha dapat dengan mudah mengembangkan usahanya.

Senin, 14 April 2008

CREATIVE WRITING (BAGIAN KEEMPAT)

Dalam bab ke IV, ini mas AS Laksana menganjurkan kita untuk menulis dengan cepat. Mengapa? Karena terkadang sebagian orang merasa muak untuk meneruskan tulisannya. Terkadang sebagian orang merasa kekurangan mood untuk melanjutkan tulisannya. Jika rasa muak dan rasa tidak ada mood ini muncul, maka tulisan yang sedang dibuat tidak dilanjutkan.

Jika sudah enggan atau tidak ada mood untuk menulis, maka menulislah dengan cepat. Dengan mensiasati seperti ini, maka keengganan dan tidak adanya mood tidak akan menghalangi seseorang untuk menulis.

Alasan lain seseorang untuk tidak menulis adalah tidak adanya waktu. Alasan ini sebenarnya tidak dapat diterima. Kenapa? Karena kalau kita ada waktu untuk menonton acara televisi hingga berjam-jam, belanja di maal hingga kaki menjadi pegel, mengapa kita tidak mempunyai waktu untuk menulis, walau hanya sebentar?

Menulis dengan cepat adalah jalan keluarnya. Jika kita menulis dengan cepat, maka alasan tidak adanya waktu bukan lagi menjadi masalah.

Hikmah lain dari menulis dengan cepat adalah kita dapat menuangkan ide dengan cepat. Pernahkah kita mengalami banyak mempunyai ide yang akan dituangkan dalam tulisan? Tapi karena kita tidak segera menuangkannya dalam bentuk tulisan, maka ide-ide berharga itu lenyap begitu saja. Keesokkan harinya, kita sudah tidak ingat lagi ide-ide apa saja yang kemarin terlintas dalam benak.


Bagaimana caranya? Sering-seringlah kita menulis. Rutinkanlah kita menuangkan pikiran dan perasaan, niscaya kita akan mampu menulis dengan cepat. Seperti yang saya pernah tulis sebelumnya, menulis adalah pekerjaan yang relatif lebih mudah daripada pekerjaan mengedit hasil terjemahan orang lain. Karena pekerjaan mengedit hasil terjemahan orang lain, kita harus memahami maksud penulis asli (yang masih berbahasa asing) dan maksud penerjemah (yang sudah berbahasa Indonesia). Menulis adalah pekerjaan yang relatif lebih mudah daripada pekerjaan menerjemahkan buku berbahasa asing. Karena pekerjaan menerjemahkan buku berbahasa asing, menuntut kita untuk memahami maksud penulis asli (yang masih berbahasa asing). Sedangkan pekerjaan menulis hanya memahami pikiran dan perasaan kita sendiri. Yang harus kita lakukan hanyalah menuangkan pikiran dan perasaan saja dengan segera.

bersambung ke arnab20.multiply.com

Rabu, 09 April 2008

MENGGANTUNG NASIB DARI BUAH AFKIR

Menggantung Nasib pada Buah Afkir
”Usianya sudah uzur, 68 tahun, namun Mbah Tuki masih harus bergelut dengan kehidupan yang berat. Tiga cucunya menjadi tanggungannya. Sementara ia hanya mengandalkan usaha memulung buah di pasar, untuk dijual kembali”Adzan shubuh baru saja berlalu, udara dingin pun masih melingkup. Namun Mbah Tuki sudah bersiap dengan kerja rutinnya. Selepas shalat shubuh, keranjang butut bergegas dijinjing menemaninya ke pasar buah sekitar 3 kilometer dari rumahnya. Sementara ketiga cucunya masih tidur pulas di kamar rumah kontrakkan yang sempit.

Berjalan kaki ia menyusuri jalanan yang masih sunyi. Setiba di pasar buah kawasan Jalan Gunung Galunggung, Kargo, Denpasar, Mbah Tuki langsung beredar mencari pisang-pisang afkir, berharap masih ada bagian yang bagus. Kadang kalau ada modal, lewat pengepul ia memborong sekeranjang, harganya Rp 5 ribu.Begitu matahari sudah menyembul dari cakrawala dan lalu lalang manusia berangkat kerja. Mbah Tuki pulang ke rumah. Lantas pisang-pisang afkir yang dibelinya di pasar, ia ambil bagian yang masih bagus. Digoreng lantas dijual dengan cara berkeliling. Hasilnya lumayan untuk uang saku cucunya berangkat sekolah.Istirahat? Belum. Mbah Tuki masih kembali lagi ke pasar yang sama, kali ini ditemani cucu terkecilnya. Kali ini ia mencari jeruk, mangga, nanas atau yang buah afkir lainnya. Sama, buah-buahan afkir itu dijualnya kembali setelah dibersihkan. Yang tidak laku, ia berikan kepada anak-anak kecil di sekitar tempat tinggalnya. Selepas adzan dhuhur ia baru pulang ke rumah. Begitu setiap hari yang dikerjakan Mbah Tuki untuk menghidupi ketiga cucunya yang ditinggal kedua orang tuanya entah ke mana.”Menawi mboten ngeten sinten sing nyukani sangune lare-lare, kale tumbas beras kagem nedho,” (Kalau tidak begini siapa yang memberi bekal untuk anak-anak, atau beli beras untuk makan),” ujar Mbah Tuki lirih.Wanita renta itu kini terpaksa bekerja sendirian menghidupi tiga orang cucunya, Sri Wahyuningsih yang duduk di bangku kelas 4 SD, Alex Siswanto, dan Agus Setiawan ( 6 tahun).Beban hidupnya cukup berat, selain kebutuhan sehari-hari, Mbah Tuki masih harus mencari uang untuk biaya sekolah cucunya.Mbah Tuki tinggal bersama tiga orang cucunya di sebuah rumah kontrakkan yang disewanya Rp 250 ribu per bulan. Hampir semua warga di lingkungan Mbah Tuki adalah pendatang. Hari Raya kemarin Mbah Tuki dan cucu-cucunya tak bisa pulang ke Jember lantaran tak ada biaya.Sudah hampir lima tahun Mbah Tuki melakoni pekerjaannya, walau melelahkan, namun Mbah Tuki tidak pernah mengeluh. Semuanya dikerjakan dengan sabar, senyum selalu tersungging di sela kelelahan.Kepada Madani, wanita asal Jember itu mengaku tidak menyangka jika jalan hidupnya akan seperti ini. Awalnya ia datang ke Bali diajak anaknya lelakinya yang bekerja di Denpasar, 12 tahun silam. ”Sekarang anak saya pergi ke Jakarta, namun sudah setahun ini tidak ada kabarnya. Istrinya pergi meninggalkan rumah saat Agus, cucu saya, baru berumur 2 tahun,” kata Mbah Tuki.(Source : Majalah Madani DSM Bali) DICOPY DARI alimmahdi.blogspot.com
Satu cermin lagi buat kita. Sesulit apapun pekerjaan, ternyata masih ada pekerjaan. Memang terkesan jorok, terkesan tidak berkelas, terkesan memalukan. Tapi apakah yang terkesan jorok, yang terkesan tidak berkelas dan yang terkesan memalukan lebih mulia dari pencuri, lebih mulia dari perampok, lebih baik dari para koruptor? Tentu kita sepakat, pencuri, perampok dan koruptor tidak lebih mulia dari Mbah Tuki.

Usia Mbah Tuki sudah 68 tahun. Tapi semangat, keuletan dan tahan bantingnya tidak kalah dengan anak muda. Bagaimana dengan anak muda sekarang? Jangan mau kalah dengan mbah Tuki. Tetap semangat, ulet dan sungguh-sungguh!

PEDAGANG KOPI KELILING

PEDAGANG KOPI KELILING

Ada-ada saja usaha orang saat ini. Menghadapi kondisi perekonomian keluarga yang morat marit dan harga-harga barang yang terus melambung tinggi, banyak orang melakukan berbagai usaha, alih profesi atau melakukan usaha sampingan.

Diantara usaha yang dilakukan segelintir masyarakat Jakarta adalah berdagang kopi. Pedagang kopi kali ini bukan berjualan di warung. Dengan bantuan sepeda, mereka berkeliling menjajakan kopi, susu dan produk-produk minuman lainnya yang dapat diseduh. Selain sepeda, mereka juga menyediakan suatu tempat yang diletakkan di bagian belakang sepeda. Tempat itu berbentuk persegi empat, biasanya terbuat dari kayu. Di tempat inilah diletakkan termos, gelas dan kopi sachet, susu dan sereal sachet.

Mereka berkeliling di taman-taman kota. Para langganannya adalah mereka yang sedang berolah raga di taman-taman itu atau mereka yang sedang nongkrong di sana.

Para pedagang kopi keliling itu juga hadir di tengah para demonstran. Kita semua sama-sama tahu bahwa jumlah mereka yang ikut berdemostrasi cukup banyak. Jadi, peluang adanya pembeli cukup banyak. Ketika ditanya, "Apakah tidak takut bila aksi demonstrasi berubah menjadi aksi kerusuhan?" Pedagang kopi keliling itu menjawab, "Tidak takut. Saya juga melihat kondisi yang ada pada saat itu. Bila kelihatannya/gejalanya mendekati aksi kerusuhan, maka saya akan menyingkir."

Begitulah sebuah acara yang ditayangkan oleh sebuah stasiun televisi swasta. Kondisi perekonomian yang melilit, terkadang memaksa seseorang untuk berkreasi dan kreatif. Ternyata peluang itu dapat muncul dari hal-hal yang berada di sekeliling kita. Peluang berasal dari hal-hal yang sederhana. Peluang dapat diperoleh dari gaya hidup orang lain. Melihat kenyataan ini, mari! Janganlah berputus asa! Masih banyak jalan keluar yang belum dijajaki.

Senin, 07 April 2008

CREATIVE WRITING (BAGIAN KEDUA)

CREATIVE WRITING (BAGIAN KEDUA)

Masih dalam buku yang sama; Creative Writing, A.S. Laksana dalam bab kedua menulis dengan judul "Anda Hanya Perlu Action, Itu Saja!"

Dalam bab kedua ini, Mas A.S. Laksana membuka dengan tulisan mengenai seorang remaja yang sedang jatuh cinta menjadi produktif menulis. Remaja ini menjadi produktif menulis puisi. Berbagai kata indah terangkum sinergi membentuk kalimat-kalimat yang semerbak mewangi. Seorang mahasiswa yang juga sedang jatuh cinta akan mampu membuat berbagai makalah atau tugas kuliah untuk orang yang sedang diincarnya.

Kedua orang ini akan berubah menjadi pemabuk, bila cinta mereka ditolak.

Pada alenia selanjutnya, Mas A.S. Laksana meluruskan kedua sikap di atas. Seharusnya orang menulis dalam suasana hati apapun. Apakah sedang jatuh cinta, patah hati, sedih atau gembira. Bahkan ketika tidak sedang memiliki ide.

Mas A.S. Laksana menjelaskan persepsi kekeliruan masyarakat sekarang bahwa ide itu akan datang dengan sendirinya. Beliau mengatakan bahwa penulis hebat tidak akan berdiam diri, menyepi untuk memperoleh sebuah ide.

Pendapat ini juga pernah disampaikan oleh seorang penulis wanita yang bernama Clara Ng. Dalam suatu acara di layar kaca, Clara ditanya, "Apakah untuk mencari ide Mbak Clara harus menyepi terlebih dahulu?" Mbak Clara menjawab, "Seorang penulis haruslah orang yang gaul dan bukannya menyepi."

Menurut Mas A.S. Laksana ide itu dipancing, ditangkap dan dikembangkan. Menulis apa saja adalah salah satu cara untuk memancing datangnya ide.

Saya setuju dengan pendapat ini. Karena saya pernah mencobanya. Saya mencoba memilih 3 kata secara acak. Dari 3 kata ini, saya mencoba sebuah tulisan. Setelah tulisan itu selesai, ternyata tulisan tersebut tidak memancing keluarnya sebuah ide. Saya coba sekali lagi, juga dengan pilihan 3 kata secara acak. Tulisan pun selesai, namun sepertinya ide belum juga muncul. Hingga suatu saat; masih dengan cara yang sama, ide itu muncul. Dari 3 kata menjadi satu alenia. Dan sekarang sudah menjadi sekitar 40-an halaman. Dari 3 kata ini, terbayang sebuah plot/kerangka karangan secara garis besar. Oleh karena itu, tulislah apa saja!

Jika ide menjadi penghalang kita untuk menulis, Eka Budianta dalam bukunya yang berjudul "Menggebrak Dunia Mengarang", pernah membuat suatu analogi. Analoginya begini; bagi anak kecil segala sesuatu dapat menjadi mainan. Bagi orang dewasa atau penulis segala sesuatu dapat menjadi tulisan.

Oleh karenanya, kita hanya perlu action itu saja! Ide bukan merupakan penghambat untuk menulis. Suasana bete', bad mood, sedih, broken home atau broken heart juga bukan merupakan penghalang untuk menulis. Malah seharusnya semua suasana hati ini dijadikan pemicu, dijadikan sebuah ide untuk menulis!

Jika ingin dapat berenang, kita harus berenang, harus mencebur ke kolam renang, sungai atau ke laut.

Kalau ingin dapat piawai dalam beladiri, maka dia harus latihan. Baik latihan perminggu maupun latihan perhari.

Selamat menulis! Tetap semangat menulis!

BERSAMBUNG

KE ARNAB20.MULTIPLY.COM

Selasa, 01 April 2008

ADZAN SUBUH YANG MEMBINGUNGKAN

ADZAN SUBUH YANG MEMBINGUNGKAN

Saya terkejut. Jarum jam baru menunjukkan pukul 03.40, tapi adzan Subuh telah dikumandangkan. Padahal seingat saya, adzan Subuh jatuh pada pukul 04.40 atau 04.41, pendek kata pk 05.00 kurang. Tapi kenapa di tanggal 31 Maret 2008 ini, adzan Subuh dikumandangkan pukul 03.40?
Adzan yang dikumandangkan tidak pada waktunya dapat menyesatkan orang. Pasalnya, kaum muslimin menunaikan shalat di luar waktu shalat. Padahal syarat sah shalat adalah shalat di saat waktu shalat telah tiba.
Memang ada sebuah kisah yang menceritakan tentang seseorang yang mengumandangkan adzan shalat di luar waktu shalat.
Kisah ini merupakan kisah seorang penjahit yang gagah berani. Kisah ini berjudul “Tongkat ini milik siapa[1]
Penjahit itu mulai bercerita, "Dulu, kami mempunyai seorang tetangga. Dia seorang penguasa dari Turki. Dia termasuk pembesar negara dan seorang laki-laki yang tampan. Pada suatu hari, seorang perempuan cantik lewat di depannya. Perempuan itu baru saja keluar dari kamar mandi dengan mengenakan pakaian yang indah, namun agak pendek. Dalam keadaan mabuk pemuda Turki itu menghampiri wanita tadi. Dia menginginkan wanita tersebut. Kemudian pemuda itu memasukkan wanita itu ke dalam rumah pemuda tersebut. Wanita itu menolak dan melawannya. Dia berteriak dengan suara tinggi, "Wahai kaum muslimin! Saya adalah wanita yang telah memiliki suami. Laki-laki ini menginginkan diri saya memaksa saya masuk ke dalam rumahnya. Suami saya telah bersumpah/mengancam akan mentalak saya, jika saya bermalam di rumah laki-laki lain. Ketika saya bermalam di sini, berarti secara otomatis saya sudah ditalak olehnya. Kehinaan akan menghinggapi diri ini. Kehinaan yang tidak dapat hilang bersama berjalannya waktu dan tidak dapat bersih dengan air mata."
Penjahit itu berkata, "Saya pergi menghampirinya. Saya mencelanya dan ingin mebebaskan wanita itu darinya. Pemuda itu memukul kepala saya dengan tongkat yang ada di tangannya. Sehingga kepala saya menjadi terluka. Wanita itu berhasil ditundukkan, lalu pemuda itu kembali memasukkan wanita tersebut ke dalam rumahnya secara paksa. Kemudian saya pulang ke rumah. Saya membersihkan darah yang terdapat di kepala dan membalut kepala saya dengan perban. Saya mengimami masyarakat menunaikan shalat isya. Selesai shalat, saya berkata pada jamaah shalat isya, "Kepala ini terluka karena ulahnya, mari kita hampiri dia. Kita cela perbuatannya dan kita bebaskan wanita itu darinya."
Kemudian orang-orang berangkat bersama saya, menyerang rumah pemuda itu. Kami berhadapan dengan sekelompok orang kaki tangan dari pemuda itu. Mereka membawa tongkat. Mereka memukul orang-orang yang datang bersamaku. Salah seorang dari mereka datang menghampiri saya dan memukul saya hingga luka parah. Pemuda itu dan kaki tangannya berhasil mengusir kami dari halaman rumahnya. Kami kalah.
Kemudian saya pulang ke rumah. Saya tidak memperoleh jalan keluar permasalahan ini. Karena luka saya cukup besar dan darah yang keluar cukup banyak. Saya terbaring di atas tempat tidur, tapi saya tidak dapat tidur. Saya menjadi bingung, apa yang harus saya lakukan. Bagaimana caranya agar saya dapat menyelamatkan wanita itu dari pemuda tersebut, sehingga wanita itu dapat kembali ke rumahnya. Bagaimana caranya agar wanita tersebut tidak dijatuhi thalaq oleh suaminya, kelak.
Saya mendapatkan ilham dan akan mengumandangkan adzan Subuh di tengah malam. Sehingga pemuda itu menyangka bahwa subuh telah datang. Dengan demikian diharapkan, pemuda itu mengeluarkan wanita tersebut dari rumahnya dan wanita itu dapat pulang ke rumah suaminya. Maka saya naik ke atas menara. Saya memperhatikan pintu rumah pemuda itu. Seperti biasa, saya menyampaikan beberapa patah kata sebelum adzan dikumandangkan. Apakah saya melihat wanita itu keluar dari rumah?
Kemudian saya mengumandangkan adzan, namun wanita itu tetap saja tidak keluar. Jika wanita itu tetap tidak keluar, saya akan mengumandangkan qamat hingga waktu subuh tiba. Saya kembali memperhatikan, apakah wanita itu telah keluar atau belum? Namun tiba-tiba jalan penuh dengan para penunggang kuda dan pasukan. Mereka bertanya, "Mana orang yang telah adzan di saat seperti ini?"
Saya menjawab, "Saya." Saya ingin mereka menolong saya mengalahkan pemuda itu."
Mereka berkata, "Turun!"
Saya turun dari menara. Mereka berkata, "Penuhilah panggilan amirul mukminin.” Maka mereka membawa saya ke hadapan amirul mukminin. Ketika saya melihat amirul mukminin duduk di singgasananya, tubuh saya gemetar. Saya amat takut. Dia berkata, "Mendekatlah!” Kemudian saya mendekatinya. Dia kembali berkata, "Tenangkan hatimu, tidak usah takut."
Dia terus berusaha menenangkan diri saya. Hingga akhirnya, saya menjadi tenang. Rasa khawatir saya telah lenyap. Dia berkata, "Apakah engkau yang telah mengumandangkan adzan di tengah malam ini?"
Saya menjawab, "Benar, ya Amirul mukminin."
Amirul Mukminin kembali bertanya, "Apa yang membuat dirimu mengumandangkan adzan di tengah malam ini. Padahal malam masih panjang?! Engkau telah menipu orang yang berpuasa, para musafir, orang yang menunaikan shalat dan yang lainnya.
Saya bertanya, "Apakah amirul mukminin akan mempercayai saya, jika saya menceritakan suatu kisah?!"
Amirul mukminin menjawab, "Saya mempercayaimu."
Saya menceritakan kisah itu padanya. Mendengar cerita itu, dia amat marah. Amirul mukminin segera memerintahkan untuk menghadirkan penguasa Turki dan wanita itu, apapun keadaannya. Mereka berdua segera datang. Amirul memulangkan wanita itu pada suaminya. Dengan ditemani beberapa orang wanita kepercayaan Amirul Mukminin, wanita itu pulang ke rumah suaminya. Amirul mukminin meminta agar suami wanita itu mau memaafkannya dan berbuat baik padanya, karena wanita itu dipaksa. Selanjutnya beliau menghadapi pemuda itu dan bertanya padanya, "Berapa banyak rezki yang telah engkau terima? Berapa banyak harta yang engkau miliki? Berapa banyak engkau mempunyai tetangga dan istri?" Kemudian pemuda itu menyebutkan sesuatu dalam jumlah yang banyak.
Amirul mukminin berkata, "Celaka kamu. Bukankah Allah telah mencukupimu dengan berbagai nikmat-Nya. Namun mengapa engkau melanggar kehormatan Allah. Engkau telah melampaui batas ketentuan Allah. Engkau telah berani pada penguasa. Engkau telah memukul kepala seorang pria. Padahal pria itu memerintahkan segala yang hak dan mencegah perbuatan mungkar. Lalu engkau memukulnya, menghinakannya, bahkan membuatnya terluka? Pemuda itu tidak berani menjawab. Amirul mukminin memerintahkan agar kaki pemuda itu diikat. Demikian pula dengan lehernya. Kemudian diperintahkan agar pemuda itu dimasukkan ke dalam karung. Penjahit itu diperintahkan untuk memukul dengan tongkat dengan pukulan yang amat keras. Dipukul hingga mati. Setelah itu diperintahkan untuk dibuang ke sungai Dijlah. Itulah akhir perjalanan hidupnya.
Kemudian amirul mukminin memerintahkan kepala polisi untuk mensita semua kekayaan dan harta yang diperoleh pemuda –yang penguasa itu- dari baitul mal. Amirul mukminin berkata kepada pria shalih –si penjahit itu-, "Setiap saat engkau melihat kemungkaran apakah kecil maupun besar, termasuk seperti kejadian ini, -sambil menunjuk pada kepala polisi- maka beritahulah saya, jika saya sedang berada di dekat sini. Namun jika saya berada di tempat yang jauh, maka kumandangkanlah adzan, kapan saja atau di saat seperti sekarang ini."
Penjahit itu berkata, "Oleh karena itulah, setiap saya memerintahkan salah seorang penguasa (baik gubernur, bupati, pentj), niscaya mereka akan mentaatinya. Jika saya melarang mereka, niscaya mereka meninggalkannya, karena mereka takut pada Mu'tadhidh. Sekarang, saya tidak perlu lagi mengumandangkan adzan seperti malam itu.”
Apakah adzan yang kudengar itu merupakan isyarat telah terjadi suatu kemungkaran dan muadzinnya membutuhkan pertolongan untuk membasmi kemungkaran itu? Wallahu ‘alam bish shawab.

[1] Kisah ini merupakan salah satu kisah diantara kisah-kisah lainnya. Kisah ini diambil dari buku yang berjudul “Kisah Orang-orang zalim” karya Muhammad Abduh, terbitan Republika